Tuesday 15 May 2012

Stop Kecanduan BBM

Bahan Bakar Minyak
Minyak Bumi (bahasa Inggris: petroleum, dari bahasa Latin petrus – karang dan oleum – minyak), dijuluki juga sebagai emas hitam, adalah cairan kental, berwarna coklat gelap, atau kehijauan yang mudah terbakar, yang berada di lapisan atas dari beberapa area di kerak bumi. Minyak Bumi terdiri dari campuran kompleks dari berbagai hidrokarbon, sebagian besar seri alkana, tetapi bervariasi dalam penampilan, komposisi, dan kemurniannya. Minyak Bumi diambil dari sumur minyak di pertambangan-pertambangan minyak. Lokasi sumur-sumur minyak ini didapatkan setelah melalui proses studi geologi, analisis sedimen, karakter dan struktur sumber, dan berbagai macam studi lainnya. Setelah itu, minyak Bumi akan diproses di tempat pengilangan minyak dan dipisah-pisahkan hasilnya berdasarkan titik didihnya sehingga menghasilkan berbagai macam bahan bakar, mulai dari bensin dan minyak tanah sampai aspal dan berbagai reagen kimia yang dibutuhkan untuk membuat plastik dan obat-obatan. Minyak Bumi digunakan untuk memproduksi berbagai macam barang dan material yang dibutuhkan manusia. Jika dilihat kasar, minyak Bumi hanya berisi minyak mentah saja, tapi dalam penggunaan sehari-hari ternyata juga digunakan dalam bentuk hidrokarbon padat, cair, dan gas lainnya. Pada kondisi temperatur dan tekanan standar, hidrokarbon yang ringan seperti metana, etana, propana, dan butana berbentuk gas yang mendidih pada -161.6 °C, -88.6 °C, -42 °C, dan -0.5 °C, berturut-turut (-258.9°, -127.5°, -43.6°, dan +31.1° F), sedangkan karbon yang lebih tinggi, mulai dari pentana ke atas berbentuk padatan atau cairan. Meskipun begitu, di sumber minyak di bawah tanah, proporsi gas, cairan, dan padatan tergantung dari kondisi permukaan dan diagram fase dari campuran minyak Bumi tersebut. Sumur minyak sebagian besar menghasilkan minyak mentah, dan terkadang ada juga kandungan gas alam di dalamnya. Karena tekanan di permukaan Bumi lebih rendah daripada di bawah tanah, beberapa gas akan keluar dalam bentuk campuran. Sumur gas sebagian besar menghasilkan gas. Tapi, karena suhu dan tekanan di bawah tanah lebih besar daripada suhu di permukaan, maka gas yang keluar kadang-kadang juga mengandung hidrokarbon yang lebih besar, seperti pentana, heksana, dan heptana dalam wujud gas. Di permukaan, maka gas ini akan mengkondensasi sehingga berbentuk kondensat gas alam. Bentuk fisik kondensat ini mirip dengan bensin. Persentase hidrokarbon ringan di dalam minyak mentah sangat bervariasi tergantung dari ladang minyak, kandungan maksimalnya bisa sampai 97% dari berat kotor dan paling minimal adalah 50%. Jenis hidrokarbon yang terdapat pada minyak Bumi sebagian besar terdiri dari alkana, sikloalkana, dan berbagai macam jenis hidrokarbon aromatik, ditambah dengan sebagian kecil elemen-elemen lainnya seperti nitrogen, oksigen dan sulfur, ditambah beberapa jenis logam seperti besi, nikel, tembaga, dan vanadium. (http://id.wikipedia.org/wiki/Minyak_bumi)
BBM itu Candu
Sejak mencuatnya isu kenaikan BBM beberapa bulan lalu yang dilontarkan oleh Pemerintah indonesia, mengundang banyak kecaman dari berbagai elemen masyarakat seperti Mahasiswa dan Para Elit Politik juga tidak ketinggalan para Anggota Dewan. Mereka dengan lantang, menyuarakan dan menentang kenaikan BBM bersubsidi. Serentak, satu suara dan satu hati, itulah kata yang tepat untuk menggambarkan reaksi Masyarakat Indonesia saat ini yang menentang kenaikan harga Bahan Bakar Minyak. Tidak heran jika Jalan Raya di seluruh pelosok negeri ini sering kali dibanjiri dengan aksi-aksi para mahasiswa yang begitu lantang memamerkan kebolehan mereka dalam beretorika dan tidak jarang mereka menyebut para pemimpin bangsa ini dengan sebutan yang tidak pantas keluar dari bibir-bibir mahasiswa yang dikenal sebagai kaum intelektual. Tidak bermoral, kehilangan etika dan entah kata apa lagi yang sebenarnya pantas diberikan atas perbuatan mereka. tidak hanya di jalan-jalan, kecaman dan cemooh untuk pemerintah atas isu kenaikan BBM juga dibeberkan lewat media massa dan situs jejaring sosial seperti facebook dan twitter. Sungguh disayangkan, melihat pola tingkah para kaum intelektual yang sangat bertolak belakang dengan pencitraan mereka di masyarakat. Hal ini saya ungkapkan bukan berarti saya Pro terhadap rencana keputusan Pemerintah yang ingin menaikan harga BBM, melainkan ada sesuatu yang menjanggal dalam hati dan pikiran saya sehingga terdorong untuk menulis topik ini yang nantinya akan saya jelaskan pada bagian akhir dari tulisan ini. Entah apa yang ada dalam benak pemerintah, sebulan kemudian isu kenaikan harga BBM digantikan dengan pembatasan BBM bersubdi. Makin repot lagi jadinya.. Sampai saat ini, Indonesia belum mengalami kekurangan cadangan Minyak Bumi, malah indonesia lah yang memberi asupan sumber minyak kepada negara-negara lain melalui jalur Impor Minyak mentah yang dilakukan pemerintah. Apa sebenarnya yang disembunyikan oleh Pemerintah mulai tercium bau busuknya. Beberapa pekan yang lalu atau sekitar satu bulan yang lalu, tersiar kabar melalui media massa, sebuah perhitungan yang menunjukkan keadaan APBN negara kita yang sebenarnya. Saya jadi tersentak, antara percaya dan tidak. Anehnya lagi, meskipun kebenaran tersebut sudah menjamur di benak masyarakat, pemerintah tetap saja bungkam seribu bahasa tanpa ada tanggapan.
Memang tidak bisa dipungkiri, keberadaan BBM dalam memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia sangat besar sehingga kenaikan harga BBM yang baru berupa isu saja, masyarakat dan pengusaha sudah panik dibuatnya. Menilik dari kaca mata Ekonomi, kenaikan harga BBM akan memicu kenaikan harga-harga barang secara serentak karena sepenuhnya masyarakat dan pengusaha hanya bergantung pada bahan bakar berbasis fosil ini sebagai sumber energi, sehingga Inflasi tidak dapat terhindarkan. Saya malah berpendapat lain! Berikut ulasannya. Berdasarkan teori ekonomi sederhana yang tertuang dalam hukum permintaan dan penawaran yang dikemukakan oleh seorang pakar ekonomi Alfred Marshall “Jika harga barang Naik, maka permintaan akan turun. Jika harga barang turun, maka permintaan akan meningkat” dengan asumsi faktor-faktor lain selain harga dianggap konstan atau tidak berubah. Lantas bagaimana jika ada energy alternative sebagai barang substitusi dari BBM?? Seolah merujuk pada teori ekonomi yang menyatakan “Permintaan terhadap suatu jenis barang tertentu yang memiliki barang substitusi relatif bersifat konstan”. Artinya, meskipun harga BBM melonjak tinggi, kebutuhan manusia akan energi tetap akan terpenuhi dengan adanya energi alternatif sebagai pengganti atau substitusi dari BBM akan dapat menghindarkan kita dari inflasi.
Melirik Potensi Energi Berbahan Organik (Biofuel)
Hingga saat ini, Indonesia masih mengandalkan bahan bakar berbasil fosil sebagai sumber energinya. Seiring melonjaknya harga minyak mentah dunia beberapa waktu yang lalu, seolah memaksa Pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk menaikan harga BBM dan membatasi pemakaian subsidi BBM. Hal ini terkesan menjadi salah satu tindakan positif jika menilik ketersediaan cadangan minyak bumi yang dimiliki oleh Indonesia saat ini. Menurut Badan Pengelola Minyak dan Gas (BP Migas) bahwa cadangan minyak yang dimiliki oleh Indonesia hanya tersisa 3,7 miliar barel dan hanya mampu bertahan selama 12 tahun kedepan, itupun jika kebutuhan masyarakat Indonesia akan energy tidak mengalami perubahan atau kenaikan yang signifikan setiap tahunnya. Bak menelan pil pahit, tetapi inilah kenyataan yang harus diterima masyarakat Indonesia saat ini. Tanpa melihat muatan politik yang ada di belakangnya, kebijakan Pemerintah untuk menaikan harga BBM pada hakikatnya adalah untuk menekan tingginya tingkat konsumsi masyarakat terhadap BBM. Hanya saja, kebijakan ini seharusnya diikuti dengan kebijakan lainnya seperti menyediakan barang substitusi bagi BBM untuk tetap menopang kebutuhan sumber energy bagi masyarakat. Dengan mengembangkan Biofuel misalnya.
Biofuel merupakan sumber energy berbasil organic seperti tumbuhan, limbah industry rumah tangga dsb. Biofeul yang marak digunakan adalah biodiesel dan bioetanol yang banyak diperoleh dari tumbuhan dan bahan pangan seperti; singkong, tebu, kelapa sawit, jarak pagar. Berbeda dengan bahan bakar berbasis fosil, sumber energy yang satu ini selain mudah diperbaharui juga lebih ramah lingkungan karena zat karbon yang dihasilkan dari pembakaran energy biofuel ini cenderung lebih sedikit dibanding dengan bahan bakar berbasil fosil. Meskipun sebenarnya Pemerintah sempat menaruh perhatian terhadap pengelolahan dan pemanfaatan sumber energy berbasil organic seperti biofuel, namun hingga saat ini pemerintah tidak menunjukan keseriusaannya dan project ini sempat mengalami kemunduran beberapa tahun yang lalu karena berbenturan dengan ketersediaan pangan dan lahan. Konversi bahan pangan menjadi energi dapat menyebabkan kerawanan pangan, sehingga diperlukan langkah strategis untuk mengembangkan dan mengoptimalkan peranan pertanian sebagai pemasok energi atau Bahan Bakar Nabati (BBN) tanpa mengorbankan pangan dan keseimbangan ekologi. Untuk alasan inilah mengapa pemerintah meninggalkan Biofuel berbahan pangan.
Mikroalga dan potensinya sebagai biofuel di Indonesia
Mikroalga adalah alga berukuran mikro yang biasa dijumpai di air tawar maupun air laut. Mikroalga merupakan spesies uniseluler yang dapat hidup soliter maupun berkoloni. Berdasarkan spesiesnya, ada berbagai macam bentuk dan ukuran. Mikroalga merupakan mikroorganisme fotosintetik yang memiliki kemampuan untuk menggunakan sinar matahari dan karbondioksida untuk menghasilkan biomassa serta menghasilkan sekitar 50% oksigen yang ada di atmosfer. Penggunaan mikroalga sebagai bahan baku biofuel mempunyai beberapa keuntungan jika dibandingkan dengan tanaman pangan, diantaranya yaitu sumber energy ini dapat diperbaharui, pertumbuhan yang cepat, produktivitas tinggi, dapat menggunakan air tawar maupun air laut, konsumsi air dalam jumlah sedikit serta menggunakan biaya produksi yang relatif rendah dan yang paling penting tidak berkompetisi dengan bahan pangan. (Guerrero 2010 dalam Luthfi et al. 2010).
Mikroalga atau biasa dikenal dengan nama latin Nannochloropsys Occulata memiliki kandungan karbohidrat dan lemak yang tinggi. Oleh karena itu sangat potensial sebagai penghasil bioethanol dan biodiesel. Bioethanol dihasilkan melalui proses fermentasi karbohidrat hingga dihasilkan ethanol. Sedangkan biodiesel dihasilkan melalui ekstraksi minyak dari mikroalga. Mikroalga memiliki berbagai keunggulan dibandingkan dengan jenis tanaman lainnya, diantaranya produktivitas tinggi karena laju pertumbuhan cepat hanya dalam satuan jam atau hari, tidak memerlukan lahan subur sehingga tidak berkompetisi dengan tanaman pangan. Selain itu, Proses pembuatan mikroalga menjadi bioenergi tidak terlalu sulit. Langkah awal yang dilakukan adalah identifikasi dan isolasi mikroalga. Kemudian mikroalga dikembangbiakkan (kultivasi), yang hanya memerlukan waktu 7 sampai 10 hari. Setelah itu, mikroalga ini bisa dipanen. Proses selanjutnya, mikroalga disaring, dikeringkan, dan diekstraksi (pemisahan) menggunakan pelarut hexan atau diethyl ether untuk menghasilkan natan. Metode ekstraksi juga bisa dipilih menurut kebutuhan. Tahap berikutnya dilakukan pemurnian dan esterifikasi untuk mengurai lemak menjadi hi-drokarbon. Sebagai contoh, dalam 1 ton air kultivasi dapat dipanen 1 liter natan. Dari 1 liter ini bisa dihasilkan 150 gram alga bioenergi, atau jika digunakan untuk proses pembuatan ekstrak akan didapat 22 mililiter minyak. Jika diproses lagi, hasil ekstrak minyak ini setara dengan 200 mililiter.
Aspek Ekonomis dari Mikroalga
Setiap satu hektare mikroalga bisa menghasilkan 2 barel air yang mengandung mikroalga. Bayangkan bila pantai Indonesia yang panjangnya mencapai ribuan kilometer dimanfaatkan, tentu akan didapat jutaan barel air yang mengandung mikroalga sebagai bahan baku bioenergi. Ada banyak aspek ekonomis jika melirik potensi Mikroalga misalnya peluang bisnis dan investasi. Potensi mikroalga sebagai sumber energy masa depan diakui oleh para pengusaha kelas kakap dunia. Pendiri perusahaan peranti lunak Microsoft, Bill Gates, bahkan tertarik melakukan investasi dalam industri ini. Melalui Cascade Investment, manusia terkaya di dunia itu menanamkan investasinya di Sapphire Energy, perusahaan pembuat bioenergi dari mikroalga yang bermarkas di San Diego, Amerika Serikat. Selain dari Bill Gates, Sapphire Energy mendapat suntikan dana dari Arch Venture Partners, Wellcome Trust, dan Venrock. Total investasi yang mereka benamkan mencapai US$ 100 juta. Dengan tambahan modal sebesar itu, Sapphire berencana membuat bioenergi 10 ribu barel per hari dalam tiga atau lima tahun mendatang.
Jika bangsa Indonesia mencoba untuk mengembangkan dan mengelola mikroalga sebagai sumber energy bahan bakar berbasis organic biofuel, maka akan mengurangi ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap bahan bakar minyak berbasis fosil yang sulit untuk diperbaharui sehingga kita bisa berhemat untuk penggunaan minyak atau meskipun ketersediaan minyak Indonesia menipis bahkan habis sekalipun di masa yang akan datang, kebutuhan masyarakat akan energy tetap akan terpenuhi dan kita tidak perlu mengemis impor minyak dari negara lain. Analisis di masa sekarang, meskipun harga BBM melambung tinggi tetap tidak akan memicu terjadinya inflasi karena keberadaan sumber energy alternative seperti biofuel berbahan mikroalga ini menjadi salah satu barang substitusi terhadap bahan bakar minyak berbasis fosil. Selain itu, pengembangan dan pengelolahan mikroalga sebagai sumber energy, akan membuka peluang bisnis dalam investasi dan membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat Indonesia. Dengan begitu, kita bisa menekan tingkat pengangguran di Indonesia yang setiap tahunnya terus menunjukan increasing dan perekonomian Indonesia akan mengalami peningkatan.
Negara Indonesia juga perlu menunjukan eksistensinya di kanca perekonomian dunia, bahwa sebenarnya bangsa Indonesia bisa menyeimbangkan perekonomiannya dengan bangsa-bangsa lain di dunia, termasuk Amerika sekalipun!

Friday 11 May 2012

Bintaro, Tumbuhan Beracun yang Bermanfaat


Bintaro (Cerbera manghas) adalah tumbuhan pantai atau paya berupa pohon dengan ketinggian dapat mencapai 12m. Dikenal di Pasifik dengan nama leva (Samoa), toto (Tonga), serta vasa (Fiji). Nama ilmiah Cerberus diambil dari nama anjing berkepala sepuluh dalam mitologi Yunani. Hampir seluruh bagian tanaman Bintaro mengandung racun cerberin. Cerberin merupakan racun yang dapat menghambat saluran ion kalsium di dalam otot jantung manusia, sehingga mengganggu detak jantung dan dapat menyebabkan kematian. Bahkan asap dari pembakaran kayunya pun dapat menyebabkan keracunan. Menurut Wikipedia, Bintaro adalah tumbuhan yang daunnya berbentuk bulat telur, berwarna hijau tua, yang tersusun berselingan. Bunganya harum dengan mahkota berdiameter 3-5cm berbentuk terompet dengan pangkal merah muda. Benang sari berjumlah lima dan posisi bakal buah tinggi. Buah berbentuk telur, panjang 5-10cm, dan berwarna merah cerah jika masak. Penyebarannya secara alami di daerah tropis Indo Pasifik, dari Seychelles hingga Polinesia Perancis. Bintaro sering kali merupakan bagian dari ekosistem hutan mangrove. Daun dan buahnya mengandung bahan yang memengaruhi jantung, suatu glikosida yang disebut cerberin, yang sangat beracun. Getahnya sejak dulu dipakai sebagai racun panah/tulup untuk berburu. Racunnya dilaporkan dipakai untuk bunuh diri atau membunuh orang. Di Indonesia bintaro sekarang digunakan sebagai tumbuhan penghijauan daerah pantai serta peneduh kota. (http://id.wikipedia.org/wiki/Bintaro) Sungguh takjub, tumbuhan yang selama ini dikenal sebagai racun dan dapat mematikan ternyata memberi manfaat dalam kehidupan manusia. Mengapa tidak, Mahasiswa Jurusan Teknologi Pertanian, Institut Teknologi Bogor (ITB) mengembangkan minyak dari biji bintaro sebagai energi alternatif pengganti minyak tanah bagi warga Teluk Meranti, Riau. Penelitian yang memakan waktu 4 bulan tersebut dilakukan karena dilatarbelakangi mahalnya harga minyak tanah di daerah tersebut. Dipilihnya biji buah bintaro selain tumbuhan ini dapat menghasilkan buah sepanjang tahun juga karena pohon bintaro banyak tumbuh di daerah teluk Meranti. Pengembangan minyak itu hasil kerja sama IPB dengan PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) sebagai upaya pemanfaatan sumber daya lokal dan pemberdayaan masyarakat. Dengan demikian, warga Teluk Meranti dapat memanfaatkan biji minyak bintaro sebagai energi alternatif untuk kebutuhan rumah tangga mereka Sehingga warga masyarakat dapat terbantu secara ekonomi dan secara tidak langsung diajarkan bagaimana memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia. Masyarakat memiliki aktivitas baru yakni mengolah minyak nabati biji bintaro sebagai upaya memenuhi kebutuhan energinya dan tidak selalu bergantung pada keberadaan minyak tanah. Mengingat kebutuhan akan minyak tanah yang begitu besar, masyarakat juga sekiranya bisa memanfaatkan peluang ini dengan mengkomersilkan minyak nabati dari biji buah Bintaro sebagai sumber penghasilan sehingga mampu meningkatkan pendapatan masyarakat. Sekiranya begitulah harapan Penulis..