Sunday 2 October 2011

TERORISME 'BERWAJAH' ISLAM

Masih hangat dalam ingatan kita aksi bom bunuh diri yang terjadi di tempat peribadatan umat kristes (Gereja), Solo beberapa waktu silam dan mungkin kini masih menjadi topic perbincangan di hampir semua stasiun televisi tanah air. Aksi ini tidak hanya mengakibatkan luka fisik semata tapi ikut mengguncang mental para korban. Kejadian ini bukan pertama kalinya, sebut saja Bom Bali I dan II yang berkesinambungan layaknya sinetron. Adalah Habib Rizieq, menyatakan (dalam hal ini membenarkan ungkapan) bahwa pelaku terorisme di Indonesia itu akan masuk surga. Ia menyampaikan rasa simpati dan menilainya sebagai orang yang mati syahid. Pernyataan ini seolah memperkuat pendapat seorang teroris yang direkam dalam kepingan CD, mati dalam pemboman di Bali akan masuk surga. Ini tentu karena si teroris yakin akan hal itu. Dengan demikian, jelas bahwa motif tindakannya dianggap melaksanakan ajaran agama Islam. Ungkapan ini sudah tentu dalam membenarkan dan menyetujui tindak kekerasan atas nama Islam. Benarkah demikian?
Pertama-tama, harus disadari bahwa tindak teroristik adalah akibat dari tidak efektifnya cara-cara lain untuk ‘menghadang', apa yang dianggap sang teroris sebagai hal yang melemahkan Islam. Demikian kuat keyakinan itu tertanam dalam hati para teroris, sehingga sebagian mereka bersedia mengorbankan jiwa sendiri dengan melakukan bom bunuh diri. Demikian kuat keyakinan itu tertanam dalam hati para teroris, sehingga sebagian mereka bersedia mengorbankan jiwa sendiri dengan melakukan bom bunuh diri.
Dalam sejarah Islam yang panjang, ada tiga kaum dengan pendapat penting yang berkembang. Kaum Khawarij menganggap penolakan terhadap setiap penyimpangan sebagai kewajiban agama. Dari mereka inilah lahir para teroris yang melakukan pembunuhan demi pembunuhan atas orang-orang yang mereka anggap meninggalkan agama. Lalu ada kaum Mu'tazilah, yang menganggap bahwa kemerdekaan manusia untuk mengambil pendapat sendiri tanpa batas dalam ajaran Islam. Mereka menilai adanya pembatasan apapun akan mengurangi kebebasan manusia. Di antara dua pendapat yang saling berbeda itu, ada kaum Sunni yang berpandangan bahwa kaum muslimin memiliki kebebasan dengan batas-batas yang jelas, yaitu tidak diperkenankan melakukan tindakan yang diharamkan oleh ajaran agama Islam, salah satunya bunuh diri.
Mayoritas kaum muslim di seluruh dunia mengikuti garis Sunni ini dan menggunakan paham itu sebagai batasan perlawanan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi. Karenanya, orang-orang yang membenarkan terorisme itu berjumlah sangat kecil. Itulah sebabnya Front Pembela Islam (FPI) yang dipimpin Habib Rizieq, adalah kelompok kecil dengan pengaruh sangat terbatas. Ini adalah kenyataan sejarah yang tidak dapat diabaikan sama sekali. Akibat dari anggapan sebaliknya, sudah dapat dilihat dari sikap resmi aparat penegak hukum kita yang terkesan tidak mau mengambil tindakan-tindakan tegas terhadap mereka itu.
Kita perlu mendudukkan persoalannya pada rel yang wajar. Pertama, pandangan para teroris itu bukanlah pandangan umat Islam yang sebenarnya. Ia hanyalah pandangan sejumlah orang yang salah bersikap melihat sejumlah tantangan yang dihadapi ajaran agama Islam. Kedua, pandangan itu sendiri bukanlah pendapat mayoritas. Selain itu, terjadi kesalahan pandangan bahwa hubungan antara agama dan kekuasaan akan menguntungkan pihak agama. Padahal sudah jelas, dari proses itu sebuah agama akan menjadi alat pengukuh dan pemelihara kekuasaan. Jika sudah demikian, agama akan kehilangan peran yang lebih besar, yaitu inspirasi bagi pengembangan kemanusiaan. Selain itu juga akan mengurangi efektivitas peranan agama sebagai pembawa kesejahteraan.

Agama Islam dalam al-Qur'an al-Karim memerintahkan kaum muslim untuk menegakkan keadilan, sesuai dengan firman Allah :” Ya ayyuha al-ladzina amanu kunu qawwamina bi al-qisthi” (Wahai orang-orang yang beriman, tegakkan keadilan). Jadi yang diperintahkan bukanlah berbuat keras, tetapi senantiasa bersikap adil dalam segala hal. Begitu juga dalam kitab suci banyak ayat yang secara eksplisit memerintahkan kaum muslim agar senantiasa bersabar. Tidak lupa pula, selalu ada perintah untuk memaafkan lawan-lawan kita. Jadi sikap ‘lunak' dan moderat bukanlah sesuatu yang bertentangan dengan ajaran agama Islam. Bahkan sebaliknya sikap terlalu keras itulah yang ‘keluar' dari batasan-batasan ajaran agama. Berbeda dari klaim para teroris, Islam justru mengakui adanya perbedaan-perbedaan dalam hidup kita. Al-Qur'an menyatakan “Inna khalaqnakum min dzakarin wa untsa wa ja'alnakum syu'uban wa qabaila li ta'arafu” (Sesungguhnya Ku-ciptakan kalian sebagai lelaki dan perempuan dan Ku-jadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku bangsa untuk saling mengenal). Dari perbedaan itu, Allah Swt memerintahkan “wa i'tashimu bi habl Allah jami'an wa la tafarraqu” (berpeganglah kalian pada tali Allah dan janganlah terpecah belah). Berbagai perkumpulan hanyalah menandai adanya kemajemukan/pluralitas di kalangan kaum muslim, sedangkan aksi para teroris itu adalah sumber perpecahan umat manusia.

Agama adalah kebebasan, kebebasan dalam mengartikan dan memahami Tuhan yang sesungguhnya, meskipun dengan proses dan cara yang berbeda-beda dalam memuja Tuhan. Tidak perlu menganggap mereka yang menunjukan rasa cinta terhadap Tuhan (dalam hal ini umat Kristen) dengan cara bernyanyi dan berbeda dengan Islam yang identik dengan Shalat lima waktu, sebagai kelompok yang menghinakan Islam itu sendiri. Agama itu indah, baik dan bijaksana. Tidak menentu kemungkinan mereka yang menyebut diri beragama Islam jauh lebih baik daripada mereka yang beragama lain termasuk Kristen, semuanya kembali lagi pada tingkah dan perbuatan setiap individu yang disebut manusia karena hal itu telah menjadi hak prerogative Tuhan, sebagai Tuhan itu sendiri. Harusnya kita lebih mendalami makna ungkapan Empu Tantular ‘Bhineka Tunggal Ika’ (berbeda-beda namun tetap satu juga) karena biar bagaimanapun juga, Negara kita berpegang pada asas tersebut. Kaum muslimin di negeri ini telah sepakat untuk menerima adanya agama yang bukan agama Islam. Ia dicapai dengan susah payah melalui cara-cara damai. Jadi, patutlah hal ini dipertahankan oleh kaum muslim. Karena itu, kita menolak terorisme dalam segala bentuk. Jika mereka yang menyimpang belum tentu masuk surga, apalagi mereka yang memberikan ‘rekomendasi' untuk itu.

No comments:

Post a Comment